Tulisan kali ini tercipta akibat banyaknya
bocah kecil yang maen mobil lejen kalo siang dan tiba-tiba AFK dengan alasan
diomelin emaknya gara-gara belom makan sama ganti baju sekolah, astaga ini guru
SD kerjaannya ngapain aja woooiii, jangan-jangan malah ikut mabar ini ama
muridnya heuheuheuheu...
Tapi seperti biasa tulisan kali ini ngga
ada kaitannya dengan keresahan yang gua alami tapi berdasarkan keresahan dari
orang lain yang gua sendiri juga pernah alami...nah loh bingung kan lu bacanya
apalagi gua yang nulis wkwkwkwk
Kita tahu bahwasanya segala sesuatu itu
diciptakan secara berpasang-pasangan. Kanan dan kiri, atas dan bawah, luar dan
dalam, pria dan wanita, kamu dan dia, aku dan kesendirian...
yah...yah...yah...sedih huhuhu...
Kali ini tema yang mau gua tulis adalah
tentang persahabatan. kenapa gua milih nulis dengan tema ini, karena
akhir-akhir ini gua lagi suka ngecengin orang lagi. Engga tahu kenapa penyakit
spesial ini bangkit lagi, gua sih ngga masalah asal jangan penyakit fisik yang
muncul lagi karena rasanya wow amazing heuheuheu...
Atas dasar apa yang gua rasain di atas
maka gua memutuskan untuk mendukung Ayu Putri Sundari di Indonesian Idol walaupun
mukanya kocak pas ngga pake make up dan Ghea Indrawari karena pertanyaan gua
udah dijawab sama Ghea (saranghae Ghea... muach... muaach...)
Mari kita sudahi tulisan melanturnya
karena hidup itu harus ada sinkronisasi atas konsonan langit yang akan menjadi
sebuah takdir cinta kita. Menjadikan hamparan bahwa saksi ini, detik ini,
secara sinaran ultrafeng yang mulai dinaungi oleh green day akan menjadi
cranberries cinta kita menjadi nyata. Aku akan menjadi pembuka tulisan ini
untuk kamu, Enjel sayang. (Vicky Prasetyo, Pujangga Ngablu)
Pada
dasarnya hidup itu akan indah rasanya jika terdapat banyak perbedaan yang
menyatukan bukan menghancurkan.
Candra Malik pernah bilang, bahwa perselisihan antar pasangan kekasih atau
suami istri itu terjadi ternyata karena saling mencintai. Aneh bukan? Saling
mencintai justru memancing pertengkaran, perselisihan. Mengapa? Karena saling
mencintai itu berarti mencintai bertemu dengan mencintai. Dua kutub yang sama
ketika bertemu akan saling menolak tidak akan pernah lengket. Mulai diskusikan,
mulai musyawarahkan siapa yang mengambil peran mencintai, siapa yang mengambil
peran dicintai. Bukan lagi saling mencintai tapi mencintai dan dicintai. Kutub yang berbeda itulah yang secara
magnetis akan menyatukan keduanya.
Bahkan terkait perbedaan pun Quraish
Shihab pernah berkata bahwa Tuhan itu
mau kita berbeda. Alam raya berbeda, tumbuhan berbeda dan manusia berbeda.
Lantas kenapa kita memaksakan persamaan dan menghilangkan perbedaan yang sudah
merupakan sunatullah dari Tuhan.
Dalam sebuah hubungan pertemanan bahkan
yang lebih intim lagi biasa kita sebut persahabatan pun tak bisa lepas dari
yang namanya perbedaan. Dalam menyikapi perbedaan dalam pertemanan pun kita
juga bisa melihat perbedaan dalam menghadapinya.
Ada yang secara terang-terangan
memaksakan untuk seirama dalam perkataan, perbuatan, dan pendapat jika masuk
dalam lingkaran pertemanannya. Ada yang mendukung perbedaan dalam lingkar
pertemanannya agar tidak monoton dan lebih berwarna. Ada yang tidak peduli
dengan perbedaan tersebut selama silaturahmi tetap terjalin. Bahkan ada yang di
depan bersikap seolah tidak mempermasalahkan dan tidak terjadi apa-apa tapi di
belakang membentuk lingkaran baru untuk mempergunjingkan, sakit bukan?
Heuheuheu...
Dalam lingkup pertemanan gua sendiri pun
ada banyak perbedaan mulai dari perbedaan daerah, perbedaan sifat, perbedaan
sikap hingga perbedaan kelamin.
Dalam berteman pun gua juga selalu pengen bahwa mereka harus selalu sejalan
dengan apa yang gua mau, karena pada dasarnya manusia itu egois dan selalu
semaunya sendiri karena selalu menganggap apa yang menurutnya adalah yang
terbaik.
Tapi seiring berjalannya waktu akhirnya gua
paham bahwa ngga semua hal bisa dipaksakan walaupun seandainya yang kita
paksakan itu kita anggap baik buat dia. Karena apa yang nyaman di gua belum
tentu nyaman di dia atau apa yang baik di gua belum tentu dia juga merasakan
hal yang sama.
Misalkan kaya gua, orang yang sukanya
bercanda bahkan tiap ada orang yang marah pun gua bercandain. Karena bagi gua,
hidup terlalu singkat untuk dihabiskan dengan marah-marah dan emosi. Tapi bukan
berarti gua ngga pernah marah, kadang gua suka marah kalo pas malem ngecas hape
tapi pas pagi malah ngga keisi gara-gara lupa di colokin, gua marah kalo lagi
mau boker di wc umum tapi bekas orang sebelumnya malah ngga disiram sampe
bersih bahkan masih pada nempel-nempel di pinggirnya dan bahkan gua pun marah
kalo pas seharusnya marah tapi gua malah ketawa doang sambil geleng-geleng,
keren kan gua heuheuheuheu....
Gua pun punya temen dengan cara hidup
yang beragam, ada yang hidungnya suka megar-megar kalo liat cewe cakep, ada
yang matanya langsung autofokus tiap liat yang gede-gede, ada yang rambutnya
kaya Zilong tapi dipanggil Dilan, ada yang kalo ketawa bunyinya
ikkk...iikkk...iiikkk...iiiikkk, ada yang baperan sampe bahkan ada yang
laperan.
Dalam lingkup pertemanan bahkan ada
orang yang sulit untuk berbaur dengan suatu kelompok atau komunitas. Hal ini
karena dia merasa bimbang, ketika dia menjadi diri sendiri takut nantinya akan
termajinalkan karena tidak seragam tapi ketika ingin seragam dia merasa tidak
nyaman karena itu bukan dirinya sendiri. Walaupun ngga sedikit juga yang bisa
berbaur secara baik dengan menjadi dirinya sendiri atau menyesuaikan dimana dia
berada atau bahasa biologinya kalo pas gua smp mah disebut “bunglon” dan tetap
merasa nyaman.
Tapi bagi gua, nyaman itu adalah saat lu
bisa jadi diri lu sendiri dimanapun berada dan ngga mempedulikan segala
tanggapan orang lain selama saat lu jadi diri sendiri itu ngga merugikan
mereka. Karena yang paling tahu dan mengerti apa yang terbaik untuk kita itu ya
diri kita sendiri.
Karena itu saat temen-temen lu mulai
menjauh dan menganggap lu merasa asing karena mulai ngga seragam maka lu ngga
usah merasa bersalah, Un. Karena yang salah itu cara mereka dalam berteman,
yang mana seharusnya perbedaan itu dijadikan sebuah pembelajaran untuk
bagaimana kita tetap bisa berdampingan dengan keharmonisan bukan pertengkaran.
Kalau mereka merasa saat lu menjadi diri sendiri malah nantinya akan
menimbulkan keburukan harusnya memberikan solusi bukan malah menjadi polusi
dari lingkar pertemanan kalian.
Yang lebih fatal lagi, saat lu mencoba
menjadi diri sendiri mereka justru merajuk, membentak bukan mengajak. Pada
bagian ini maka lingkar pertemanan kalian bukan di dasari karena cinta tapi
suatu kepentingan semata. Makanya gua bilang lu ngga usah merasa lu ada yang di
posisi yang salah, karena kalau mereka mendasari lingkar persahabatan itu
dengan cinta maka saat lu salah maka mereka akan membenarkan bukannya
meninggalkan apalagi mengacuhkan, Un.
Un? Siapa Un? Harusnya bertanya Un itu
apa bukan siapa. Karena Un yang gua maksud disini adalah Ujian nasional. Ini
sebagai bentuk apresiasi, semangat dan motivasi buat adek gua yang duduk di
kelas 6 SD yang nanti mau ikut Ujian nasional. Ini gua lakuin karena dia harus
rela mengorbankan waktunya biar ngga nonton ”Catatan Harian Aisha” pas lagi
iklan demi belajar buat try out.
Tapi ada satu hal yang mau gua share,
bahwa salah dan benar itu relatif dan tiap-tiap orang punya penafsirannya
sendiri dan hanya Tuhan yang memiliki kebenaran absolut. Jadi tulisan di atas
merupakan kebenaran dari versi gua sendiri dan mungkin hal itu ngga sama dengan
kebenaran yang kalian rasakan. Dalam hal ini pun, gua ngga memaksa kalian untuk
menerima salah dan benar versi gua tapi gua hanya ingin menyampaikan apa yang
gua rasa benar selama ini hingga saat gua bikin tulisan ini.
Jadi apa yang gua tulis kali ini bukan buat menyindir seseorang atau sekelompok golongan tapi sebagai
pengingat buat diri gua sendiri aja sih sebenernya. Karena yang paling pantas
untuk dikritik dan diingatkan adalah diri kita sendiri.
Udah ah, leher gua rasanya langsung
pegel tiap abis nulis yang kaya beginian. Gua cuma berharap dari tulisan gua
ini bisa membawa Ayu jadi juara Indonesian Idol, kalo ngga Ayu ya Ghea lah
heuheuheu...
Fastabiqul Khairat.
Wassalam.
Tertanda,
Kader Cukrik
No comments:
Post a Comment