Biar Tangan Yang Bercerita

Tuesday, July 11, 2017

Maaf Untuk Dinda





Dinda berjalan menuju ke kantin kampusnya, karena sejak pagi hingga sore ini belum ada makanan yang masuk ke tubuhnya. Dia menuju ke tempat ayam pecel yang biasa dia makan.

“di, makan dong biasa ya…ge pe el, dinda udah laper banget nih” pesannya ke adhi yang sedang memasak ayam.

“siap bos” adhi memberi hormat ke dinda. Dinda langsung kembali ke tempatnya lagi lalu memainkan hapenya sambil menunggu pesanannya datang. Dinda hari ini hanya sendiri saja di kantin, karena feni sahabatnya sedang sakit dan tidak masuk hari ini. sedangkan Irma, tidak bisa juga karena sudah di jemput pacarnya untuk pergi makan di luar jadi kini dia hanya sendiri disini.


Tidak lama kemudian pesanannya datang, lalu dinda segera melahapnya karena sudah lapar. Setelah makanannya habis, dinda masih tetap di tempatnya karena jadwal kuliahnya memang sudah habis dan dia juga sedang tidak ingin cepat-cepat pulang saat itu. Dinda kembali asyik memainkan hapenya dan mulai tenggelam dalam dunia maya.

Sinar mentari berganti malam, sang bulan membiaskan sinar lembutnya. Dinda masih asyik dalam dunianya. Sekelilingnya sudah mulai sepi, karena sebagian ada yang sudah pulang ada juga sebagian yang masuk kuliah malam.

“tumben sendirian aja, yang lain mana?” adhi sudah ikut duduk di depan dinda. Adhi anak dari yang punya warung ayam pecel tadi. Adhi kalo siang sampai sore suka membantu orang tuanya. Dia mahasiswa di kampus yang sama dengan dinda hanya saja berbeda jurusan.

“si feni lagi sakit, terus si Irma lagi ama cowonya” jawab dinda sambil menyeruput es jeruknya hingga habis.

“lah kasian amat, lu ngga jalan ama pacar lu si joko?” adhi bertanya sambil membakar rokoknya.

“jaka joko jaka joko, jeki namanya. Udah engga kan ama dia. Asapnya iih adhi mah, sono gih jauh-jauh kalo mau ngeroko mah” risih dinda yang terkena asap rokok adhi.

“lah udah ganti nama dia, yaudah ama gua aja dah gua juga lagi jomblo nih” kata adhi merayu dinda.

“gamau, adhi mah ngeroko mulu”

“ntar kalo udah pacaran mah langsung berenti dah”

“gamau, itu aja masih ngeroko. Lagian juga adhi mah banyak cabe-cabeannya”

“yah dinda mah”

“yah adhi mah…iih asep rokonya iih. Bikinin es jeruk lagi dong dhi, haus nih” pinta dinda sambil mengibaskan tangannya agar asap rokok adhi tidak mengarah ke dia.

Adhi lalu bangkit untuk menyiapkan pesanan dinda. Dinda sendiri berniat setelah minum ini dia akan pulang ke rumah. Di lihatnya jam tangannya sudah menunjukan jam setengah tujuh malam. Setelah agak lama ditunggu dinda, pesanannya belum juga datang. Dilihatnya adhi ternyata sedang berbicara dengan temannya, pantesan lama pikirnya.

“adhiiii, mana es jeruknya” teriak dinda ke adhi yang malah lagi asyik ngobrol.

“oh iya lupa, ntar dulu hehehe” adhi lalu menyiapkan es jeruk dinda. Huuh dasar, dengus dinda kesal.

“nih, minumnya hehe” adhi membawakan es jeruk dinda lalu duduk lagi bersama dinda.

“lah itu temennya ngga ditemenin” tanya dinda saat melihat adhi malah duduk bersama dia bukannya balik lagi ke warungnya.

“biarin udah gede bisa sendiri dia mah gausah ditemenin mulu” jawab adhi.

“itu bukan anak sini ya, kayanya ngga pernah liat deh” tanya dinda ke adhi.

“iya, anak kampus seberang dia mah, dia temen pas di mts dulu”

“oh pantesan rada asing, tapi kasian tuh ngga ada yang nemenin” dinda kembali memperhatikan cowo tersebut.

“yaudah gua suruh gabung disini aja ya, fir disini aja” teriak adhi ke temannya itu.

Temannya adhi lalu bangkit membawa minumannya itu dan ikut bergabung dengan adhi dan dinda.

“kenalin nih dinda, calon pacar gua” kata adhi memperkenalkan dinda setelah temannya duduk di sebelahnya.

“iih gamau…enak aja” protes dinda.

“oh iya, gua firly temennya adhi” firly menjulurkan tangannya sambil tersenyum.

“iyaa, dinda” dinda menjabat tangan firly sambil tersenyum juga.

“oh dinda calon pacarnya adhi yang baru lagi nih?” tanya firly.

“iih bukan, gamau ama adhi. Dia banyak cabe-cabeannya” protes dinda lagi.

“iih dinda gitu iih…marah ah adhi ama dinda mah” adhi pura-pura marah sambil memajukan bibirnya.

“iih adhi najis banget kalo lagi kaya gitu” dinda bergidik seolah jijik dengan kelakuan adhi yang agak aneh.

Lalu mereka bertiga terlibat obrolan ringan yang sesekali diselingi canda tawa diantaranya.

Jam tujuh tepat, dinda lalu pamit ke adhi dan firly untuk pulang karena sudah agak malam dan cuaca juga mulai mendung. Dinda lalu bergegas karena selain takut hujan dia juga takut kehabisan angkutan umum ke arah rumahnya yang hanya beroperasi hingga jam delapan. Dia tidak membawa motornya karena sedang malas saja membawa kendaraan.

Sementara itu di warung adhi, firly sedang bersiap untuk pulang juga karena cuaca memang sudah mendung selain itu juga orang tua adhi sudah datang dan tampaknya akan menutup warung lebih cepat dari biasanya. Setelah pamit dengan adhi dan orang tuanya, firly langsung menuju ke motornya yang berada di parkiran. Di langit sesekali terlihat kilat yang menampakan dirinya. Firly segera menghidupkan motornya dan bergegas untuk pulang sebelum hujan yang tampaknya akan segera turun. Begitu keluar dari area kampus, firly melihat dinda sedang berdiri di pinggir jalan seperti menunggu sesuatu, Firly lalu mendekat untuk memastikan.

“loh dinda, kok belum pulang?” tanya firly setelah sampai di posisi dinda berdiri.

“eh firly, iya dinda lagi nunggu angkot tapi belum ada yang lewat daritadi” jawab dinda.

“ooh…emang dinda pulangnya kemana?”

“ke reni jaya”

“loh bukannya udah ngga ada angkot yang kesitu kalo udah jam segini mah” karena setahu firly, angkot yang ke daerah itu hanya sampai jam 7 malam saja.

“biasanya ada sampe jam 8, tapi daritadi dinda belum dapet juga angkotnya”

“yaudah yuk bareng aja, daripada nanti kehujanan lagian juga kayanya udah ngga ada lagi angkotnya” ajak firly.

“loh emang firly rumahnya di reni juga?” tanya dinda

“engga, cuma ini mau kerumah temen ngambil sepatu di daerah reni. Yaudah ayo ntar keburu kehujanan di jalan” firly lalu menyalakan motornya dan memasang helmnya.

“eeh..yaudah deh iyaa” dinda lalu naik ke atas motor. Firly lalu mulai menjalankan motornya. Baru setengah perjalanan gerimis mulai turun.

“dinda rumahnya dimana?” tanya firly

“nanti di depan ada pertigaan belok kiri, ngga jauh dari situ” jawab dinda.

“oh yaudah dikit lagi berarti ya”

“iyaa ngga jauh kok”.

Setelah beberapa saat akhirnya mereka sampai di rumah dinda, dan gerimis turun makin lebat.

“firly mampir dulu ke rumah dinda, ujannya udah deres tuh” ajak dinda sambil mengeringkan rambutnya yang sedikit basah dengan handuk yang ada di jemuran depan rumahnya.

“gausah din, langsung lanjut aja gaenak juga ama orang tua dinda udah malem” tolak firly.

“gapapa, mampir dulu sini daripada nanti malah kehujanan di jalan”

“hehehe gausah ah, yaudah lanjut lagi yaa… daah dinda” firly lalu berlalu meninggalkan dinda yang berdiri.

“iih dasar maen pergi aja, kan dinda belum ngucapin makasih” dinda menggerutu sebal.

Firly sampai di rumahnya dengan keadaan basah kuyup. Karena tadi begitu dia keluar dari gang rumah dinda, hujan langsung turun dengan derasnya. Mau berteduh rasanya tanggung bagi firly, akhirnya dia tetap melanjutkan perjalanannya hingga basah kuyup seperti sekarang. firly lalu pergi mandi untuk membersihkan dirinya, setelah selesai dilihatnya ada sebuah sms masuk dari nomer yang tidak dikenalnya.

“makasih ya firly udah nganterin sampe rumah tadi. Dinda” isi sms tersebut.

“iya sama2, tau nomer ini dari siapa?” balas firly. Tidak lama ada sebuah panggilan masuk dari dinda.

“halo firly hihihi” suara dinda terdengar setelah telepon dari dinda diterima firly.

“halo juga dinda hehe”

“oh iya tadi dinda minta nomer firly sama adhi. Dinda tadi belum sempet bilang makasih eh firly udah pergi duluan”

“iya tadi takut kehujanan di jalan soalnya”

“terus kehujanan ngga?”

“ngga kok cuma basah kuyup doang hehe”

“yaah maaf yah firly, gara-gara dinda firly jadi kehujanan. Terus firly sekarang masih di rumah temennya?” suara dinda terdengar merasa bersalah.

“yaelah biasa aja kali, udah dirumah sekarang mah tadi sebentar doang ngambil sepatu terus langsung pulang soalnya udah basah”

“yaah maaf ya firly, dinda jadi ngga enak jadinya”

“udah biasa aja kali, ngga usah lebay gitu haha”

“tapi firly sekarang gapapa kan, ngga sakit? Demam gitu?”

“kalo firly sakit emang dinda mau ngapain?”

“eh…gatau, paling minta maaf lagi hehehe” jawab dinda bingung.

“hahaha emang minta maaf bisa bikin sakit sembuh ya?” firly tertawa.

“iih jahat malah diketawain…Udah ah dinda mau mandi dulu. Sekali lagi makasih ya firly hehe”

“iya sama-sama dinda” lalu terdengar suara telepon diakhiri.

Malam itu firly tertidur di atas kasurnya dengan senyum yang terurai di bibirnya dan di waktu yang sama namun dengan tempat berbeda, dinda sedang bernyanyi sambil mandi dengan hati yang riang gembira. Tak jauh berbeda dari mereka berdua, adhi sedang menutup warung bersama orang tuanya.

Bersambung…

No comments:

Post a Comment