Entah kenapa masih banyak yang beranggapan bahwa masa lalu
dengan seseorang adalah kenangan yang selalu menyakitkan dan menyedihkan dan
harus dibuang jauh ke tempat tak bertuan. Seakan semuanya itu merupakan segala
sesuatu yang harus di lupakan dan dikubur dalam-dalam agar tak mengganggu
kehidupan dan bahagia yang kini coba kita bangun dan kita ciptakan.
Bahkan apa saja dilakukan agar kalo bisa tidak berhubungan
lagi dengan orang yang pernah menjadi masa lalunya. Nah, terkait masalah ini
gua punya cerita yang berhubungan dengan ini. Di kampus, gua punya teman
sekumpulan yang terdiri dari beberapa cabe perempuan dan beberapa cowo dan
sisanya bagian dari keduanya. Kelompok kita merupakan campuran dari dua
fakultas, yaitu yang cewenya dan satu cowo dari fakultas pendidikan dan yang
cowo dan campuran keduanya dari fakultas agama islam. Lalu akhirnya para cabe
alay ini pun memberi nama kelompok ini dengan sebutan Little Monkey Modus
alias LMM.
Kita bisa ketemu karena ikut dalam satu organisasi kampus
yang sama lalu di pertemukan dalam sebuah kegiatan yang membuat kita akhirnya
bisa berkumpul seperti sekarang. Karena sering bersama ini akhirnya timbulah
benih-benih penyakit yang di sebut cinta, dan akhirnya beberapa dari kita
saling menjalin kasih antara yang satu dengan yang lainnya ada juga yang suka
tapi cuma di pendam dalam hati , tapi ngga ada satupun dari kita yang berhasil
dalam hubungan tersebut. Mungkin memang menjadi sahabat adalah yang terbaik
bagi kita semua.
Tapi ini bukan mau ngobrolin tentang LMM, tapi
kali ini gua mau cerita tentang salah satu pasangan yang ada di dalam LMM ini.
Kisah salah satu pasangan legendaris yang namanya tercatat dalam sejarah kampus
ini. mereka berdua merupakan anggota dari LMM, keduanya berasal dari fakultas
pendidikan.
Mereka menjadi kekasih memang bukan karena LMM tapi mereka
berdua bisa disebut salah satu dari founding fathers dari LMM. Kisah
percintaan mereka berjalan cukup lama sekitar 4 tahun, dan harus berakhir
dikarenakan pertarungan kekuatan antara cinta dan ego harus di menangkan oleh
sang ego. Walau sesudahnya sang pria masih mencoba beberapa kali untuk mengajak
kembali berjuang tapi sayangnya bagi sang wanita perasaannya sudah jauh dia
buang. Hingga akhirnya sang wanita menemukan tempat baru untuk bersandar, lalu
sang pria akhirnya sadar dan perlahan mundur lalu menghindar.
Apakah si wanita jahat? Engga, karena baginya jika tetap
bertahan hanya akan menimbulkan luka yang berulang lalu membuatnya jatuh
kembali ke lubang kesedihan. Baginya tidak melanjutkan adalah keputusan yang
tepat, dan dia harap sang pria bisa bertemu orang baru yang membuatnya lebih
bahagia dan dia pun berharap hal yang sama untuk dirinya.
Selang waktu berjalan, sang pria akhirnya menemukan tambatan
baru untuk hatinya. Namun, sayangnya sang wanita harus merasakan patah lagi
hatinya untuk kesekian kalinya dengan pria yang berbeda. Seakan dunia berputar,
dimana sang pria saat ini berada di posisi paling atas dan sang wanita jatuh
hingga ke bagian yang paling bawah.
Ternyata melihat sang pria yang pernah bahagia bersamanya
kini merasakan hal yang sama dengan perempuan lainnya membuat hatinya sakit.
Padahal saat dia berpisah dulu dan berharap hal tersebut untuk sang lelaki dia
yakin bahwa jika itu terjadi rasanya tidak akan semenyakitkan seperti saat ini. Untuk tidak memperparah
luka di hatinya, segala hal tentang si pria dia buang jauh-jauh. Mulai dari
membuang semua barang-barang yang pernah diberikan padanya, memblokir segala
akun media sosial dari sang pria yang terhubung dengannya, hingga akhirnya
berimbas pada LMM, yang mana si perempuan tak ingin agar sang pria ini
dilibatkan lagi dalam setiap kegiatan yang berkaitan dengan LMM. Bahkan dia
sempat menegur salah satu anggota LMM yang memasukan sang pria ke dalam grup
chat di salah satu media sosial.
Di sisi lain bagi si pria, sejak harapannya di patahkan oleh
sang wanita jelas kesedihan mendalam harus dia rasakan. Bagi sang pria,
kekalahannya bukan karena sang wanita pergi, tapi ketidakmampuannya untuk
membuatnya bertahan. Hingga sang pria berfikir, bahwa diantara mereka berdua,
entah dia atau sang wanita, barangkali akan ada yang menua dengan satu nama
yang menolak terhapus dari ingatan masing-masing. Setiap harinya selalu
dipenuhi dengan kenangan dan ingatan dengan sang wanita. Hingga tiba ketika
malam yang begitu sepi baginya. Satu persatu kenangan kembali dia ingat, dan
sang pria tersenyum ketika giliran sang wanita lewat.
Benci?
Rasa sayangnya masih lebih besar dari benci yang kerap hadir
walau hanya sebentar.
Sering rindu menghentak masuk ke dalam hati si pria, dan
sering pula sang pria ingin menemui sang perempuan. Entah itu di antara
pergeseran angin, atau di sela basah garis hujan. Di ruang yang di sisakan
embun atau di sudut hati yang tak ada. Terkadang singgah di pikiran sang pria
untuk mengajak sang perempuan untuk tidur bersama di bawah bintang-bintang, hingga
segala sesuatu akan terlihat jauh oleh si perempuan kecuali dirinya. Terpikir
oleh sang pria untuk menyapa sang perempuan lewat pesan, tapi akhirnya dia
sadar. Mendoakannya adalah cara paling benar.
Sang pria akhirnya sadar, bahwa hidup harus terus berjalan
dan dia harus berjuang untuk masa depan calon pasangannya. Beberapa perempuan
sempat mencoba singgah dalam hatinya, namun dia belum menemukan yang tepat
untuk menemukan pengganti ruang kosong di hatinya. Beberapa dari mereka datang
hanya untuk sekedar mengusir rasa bosan dan penasaran, sang pria hanya
membiarkannya berlalu begitu saja karena ia sedang malas berkawan dengan
harapan.
Sang pria menempatkan dirinya seperti susunan kursi di kedai
kopi, dia adalah kursi paling pojok sekali; hanya seseorang dengan alasan yang
pasti yang akan menempati. Hingga akhirnya datang lagi seorang perempuan yang
pernah singgah di awal-awal ia sakit hati, lalu perempuan itu datang dan
berkata,
“bila seribu
perempuan tak lagi menyenangkan kamu seperti sebelum kamu mengenal aku,
haruskah aku jelaskan siapa aku seharusnya dalam hidupmu?
Dan perlahan sang pria akhirnya membiarkan perempuan itu
untuk masuk dalam pintu hati yang sebelumnya dikunci rapat olehnya. Dibiarkannya
sang perempuan untuk menata kembali hatinya yang sudah luluh lantah berantakan,
hingga akhirnya sang perempuan itu mampu menyembuhkan lukanya secara perlahan. Tak
mudah memang bagi perempuan itu, tapi rasa sayangnya yang menguatkannya untuk tetap
bertahan. Hingga kini sang pria akhirnya mampu membuat bahagianya yang baru
dengan perempuan itu.
Lalu bagaimana dengan perempuan yang pernah membuatnya patah
dan kalah dahulu? Sang pria tak pernah melupakan bahkan mencoba menjauhkan
segala ingatan tentang itu. Tapi bukan berarti sang pria masih belum bisa
berpaling dari perempuan itu, hanya saja dia melakukannya dengan cara yang
berbeda yang saat mengingat itu bukan kesedihan yang dia rasakan tapi kebahagiaan
yang dia dapatkan.
Karena cara sang pria adalah bukan dengan meratapi tentang
masa lalu menyenangkan yang tak mungkin bisa dia ulangi lagi tapi dengan
bersyukur bahwa dia pernah merasakan kebahagiaan di masa lalunya yang pernah
terjadi. Sang pria akhirnya bisa menemukan itu setelah melalui penerimaan yang
indah, pengertian yang benar dan pemahaman yang tulus.
Rumah , 28 Juni 2017
5:33 PM
No comments:
Post a Comment